Manado – SMKN 6 Manado menjadi salah satu dari 7 SMK di Sulut yang menerima program bantuan Sekolah Berbasis Industri 4.0 yang mencakup pembelajaran, peralatan, dan bangunan fisik.
Terkait bantuan untuk pembelajaran, diawali dengan jadwal pelaksanaan benchmarking di SMK Mitra Industri MM2100 Bekasi pada, 17-20 Juli 2024. Wakil Kepala SMKN 6 Manado Inggrit Tombeng SPd MSi bersama Frieda Masye Liando diutus mengikuti kegiatan itu.
Pada Rabu (31/7/2024), Inggrit Tombeng mengisahkan pengalamannya saat mengikuti benchmarking di sekolah yang berbasis industri tersebut.
“Jadi di hari pertama kegiatan, ada sesi tentang materi pembelajaran, bagaimana manajemen sekolah, dan pembelajaran di sekolah yang sesuai dengan kebutuhan industri,” tutur Inggrit Tombeng.
Pada hari kedua, para peserta benchmarking turun lapangan untuk melihat kondisi sekolah, mulai dari proses pembelajaran dengan industri, ketertiban, kedisplinan, serta bagaimana pelaksanaan apel bagaimana.
“Kami juga melihat kondisi anak-anak di kelas itu bagaimana, di tempat praktek bagaimana, sampai mereka pulang sekolah,” tuturnya.
Di hari selanjutnya, Inggrit Tombeng bersama peserta lannya pergi ke lokasi industri tempat para siswa SMK Mitra Industri MM2100 Bekasi menjalani Praktek Kerja Lapangan atau PKL. Industri yang dikunjungi adalah Yamaha Musik dan industri sepeda motor.
“Kami datang sebagai siswa, saya kebagian di industri Yamaha Musik. Industri ini membuat piano yang besar kelas internasional, harganya mencapai 300 juta rupiah. Sedangkan ibu Frieda di tempat pembuatan sepeda motor,” tuturnya.
Dari pemantauan di lapangan itu, menurutnya, anak-anak di SMK Mitra Industri MM2100 Bekasi sudah terbiasa dengan iklim industri. Saat mereka pergi ke sekolah, dan ke industri sama.
“Nantinya ketka anak kerja, sudah tidak kaget bahwa ternyata kerja itu 8 jam,” ujarnya.
Untuk metode praktek yang diterapkan juga memberi kesempatan pada siswa untuk belajar dengan baik. Jumlah siswa yang praktek sebanyak 5 orang tiap kelompok, bukan satu kelas, sehingga mereka bisa dengan baik menjalani praktek itu.
“Kondisi seperti ini yang diharapkan dari Kementerian dari sekolah-sekolah yang menerima program Sekolah Berbasis Industri 4.0, termasuk SMKN 6 Manado. Tujuannya agar kita bisa cari tahu, apa yang diinginkan industri dari para lulusan SMK,” papar Inggrit Tombeng.
Hal lainnya yang juga didapat dalam benchmarking itu, bagaimana para siswa dilatih soft skills dan hard skills agar sesuai dengan kebutuhan industri. Karena menurutnya, indsutri sebenarnya mengutamakan soft skills yakni tata karma, dan karakter.
“Saya berbincang dengan kepala sekolahnya, menurut dia, anak-anak kalau ingin jadi sesuai kebutuhan industri harus dipaksa dalam arti benar-benar disiplin. Karena dengan kondisi itu, akan jadi pembiasaan dan akhirnya terbiasa,” ujarnya.
Inggrit Tombeng mengatakan, hal lainnya yang dipelajari adalah kreatifitas para siswa, bahkan melebihi guru-guru. Para siswa bisa berkolaborasi antar jurusan untuk menciptakan produk ataupun karya.
“Ini semua dimulai dari sistem pembelajaran. Ini yang kita mulai lakukan di SMKN 6 Manado,” tuturnya.
Kepala SMKN 6 Manado Altje Salele SPd MPd mengaku bangga dengan kerja keras tim sekolahnya yang mengikuti benchmarking dan hasilnya mulai diterapkan di SMKN 6 Manado.
“Ini semua demi kemajuan sektor pendidikan di Sulut,” tutur Altje Salele.
Diketahui, Kemendikbud melalui Direktorat Jenderal Pendidikan Vokasi melaksanakan program pengembangan SMK Berbasis Industri 4.0. Dalam surat yang ditandatangani Plt Direktur SMK Dr Wardani Sugiyanto MPd, terdapat 7 sekolah dari Sulut dari total 31 SMK di Indonesia yang menerima bantuan itu.
Tujuh sekolah itu adalah SMKN 1 Tombariri, SMKN 1 Ratahan, SMKN 1 Wori, SMKN 6 Bitung, SMKS Muhamadiyah Kotamobagu, SMKN 2 Manado, dan SMKN 6 Manado. (***)